Jumat, 08 Maret 2013

Ketika Tubuh Terbaring di Meja Operasi

Aku memang bandel. Bayangkan saja, dua hari sebelum pelaksanaan operasi untuk mencongkel daging tumbuh di bagian kelenjar leher kiriku, aku pergi belanja organ semi piano di glodok dan tamasya bersama orang-orang tercinta di sea wold pantai ancol Jakarta. Maksud hati ingin membahagiakan mereka, pikirku, siapa tahu selepas pelaksanaan operasi aku hanya tinggal nama.
          Sampailah sudah aku di tol Sadang, tepat adzan maghrib menuju tempat prakter dokter Irwan di apotik kopindosat Purwakarta. Beliau menerangkan begitu banyak tentang benjolan kelenjar di kiri leherku. Kami sepakat untuk jadwal operasi besok selepas shalat isya. Aku disarankan untuk berpuasa selama 12 jam sebelum pelaksanaan operasi.
          Badan terasa lemas saat mencoba merebahkan badan di kamar ruang rawat inap. jarum ifus pun mulai ditusukkan di tangan kiriku. Tak lama kemudian, tusukan jarum suntik terasa sedikit perih ketika indikator antibiotik masuk di tangan kananku. Badanku mulai menggigil kedinginan AC yang sebenarnya kondisi ini berbanding terbalik dengan sewaktu aku naik bus AC atau berada di Lab tempatku berkarya. Aku hanya bisa memandangi tetes demi tetes jatuhnya air di selang infus, sambil sedikit berfikir, di usia 40 ini ujian  terberat harus kujalani dengan sabar. Sesekali kuberdzikir, dengan penuh harap semoga Allah SWT mengampuni segala dosa besar dan kecil yang pernah kulakukan. Malam mulai menampakkan wajahnya. Waktu pun mulai menunjukkan jam sembilan belas  lebih. Petugas medis pun datang menjemputku. Kucoba turun dari kasur menuju ruang operasi sambil bersalaman dan mencoba bercanda untuk membahagiakan sanak famili yang setia menanti sejak siang. Sesampai di pintu depan ruang operasi, pakaianku mulai kulepas satu persatu. Hawa sangat dingin dari AC sanggup menurunkan suhu tubuhku hingga kugemetaran sambil memegang alt infus. Kucoba membuka pintu utama ruang operasi, hawa yang lebih dingin pun terasa merasuk sampai ke sumsum tulang. Suara bernada motivasi dari kru dokter sulit kuhiraukan saat kucoba menaiki meja operasi. lampu besar entah berdaya berapa ratus watt mulai disorotkan ke setengah bagian atas tubuhku yang kian menggigil. Sungguh, saat ini kumerasakan suhu sangat dingin selama hidupku; padahal  beberapa bulan yang lalu waktu aku berada di atas kawah gunung bromo yang dingin, hanya aku yang bercelana pendek tanpa sal dan jacket tebal; getaran seluruh bagian tubuhku sebanding dengan kenaikkan rerata tekanan darahku sampai 170 mmHg. Suntikan obat Bius dan Pelaksanaan Operasi pun dituda sampai kondisiku tenang. Aku keluar dari ruang operasi dengan memakai baju operasi lengkap kembali menuju ruang rawat inap. Sebotol teh sosro kuminum untuk mengembalikan kadar gula tubuhku sambil berpesan pada anak istriku agar selepas pelaksanaan opeasi aku di video dan diputarkan ayat suci alquran ditelingaku. Aku terlelap melanjutkan puasaku.
              Entah ini hari dan jam berapa, entah juga ini aku ada di mana dan akan ke mana. sesekali kudengar lantunan ayat suci alquran. Sesekali aku ingat ayahku yang belum lama wafat. Sesekali aku merasakan dengkuran hebat dan pompaan paru-paruku yang sangat cepat. Aku tidak ingat apa-apa kejadian beberapa jam ke belakang. Setelah dibentak suara keras perawat medis akupun terbangun dari ketidaksadaran. Setelah diberi tahu istriku, ternyata aku tahu bahwa aku telah dioperasi tadi pagi. Aku hanya ingat sedikit waktu dibangunkan perawat medis menuju ruang operasi. Setengah sadar karena dipaksa bangun, mungkin itulah cara Allah SWT sehingga ku tak merasa dingin suhu tubuhku saat berada di meja operasi. Aku pun hanya ingat sedikit, saat itu lampu terang menyala di atas mataku. Obat bius pun terasa dingin memasuki nadiku, selanjutnya aku tak ingat apa-apa, sampai kutersadar kembali. Alhamdulillah, semoga sisa umurku membawa berkah.